Siti, perempuan kampung yang lugu saat ini sedang bekerja di kota ingin menghubungi ibunya di kampung.
Dengan ragu-ragu masuk ke Wartel 24 jam, kebetulan memang waktu sudah menjelang malam.
Karena tidak punya uang, Siti kemudian berbicara dengan Slamet, Penjaga Wartel tersebut.
Siti: “Mas, aku mau pakai telpon tapi aku nggak punya uang”
Slamet : “Lha, mana bisa pakai telpon tapi tidak bayar.”
Siti : “Tapi ini penting sekali dan saya harus telpon ibu saya di kampung.”
Slamet : “Ya, itu kan masalah anda pribadi tetapi kalau telpon disini yah… harus bayar.”
Siti : “Tolonglah mas, ini benar-benar penting… Saya mau melakukan apa saja yang penting saya harus bisa telpon ibu saya di kampung.”
Slamet berpikir sebentar dan tiba-tiba dia tersenyum licik…
Slamet : “Beneran ya?, begini aja saya bisa bantu mbak untuk telpon ke kampung tapi mBak harus mau mengikuti kemauan saya.”
Siti dengan ragu-ragu menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Slamet : “mbak, ikut saya ke belakang” (sambil senyum-senyum)
Kemudian dengan dituntun oleh Slamet, mereka berdua berjalan kebagian belakang Wartel.
Slamet : “Sekarang mbak harus jongkok” (katanya sambil berdiri dihadapan Siti)
Slamet kemudian membuka celananya dan mengeluarkan “anu”nya pas didepan wajah Siti yang dalam posisi jongkok.
Slamet : “Ayo…” (katanya dengan tidak sabar)
Siti dengan sangat ragu-ragu dan perlahan menggenggam “anu” Slamet. Slamet benar-benar sudah BT (birahi tinggi) dan mulai habis batas kesabarannya.
Slamet : “Ayo cepat… tunggu apa lagi? … kamu mau telpon tidak?”
Siti dgn gemetar mendekatkan “anu” dalam genggamannya ke mulutnya… dan berkata,
“Halo… Halo…, ini Ibu ya?”
#KemudianLemes
Dengan ragu-ragu masuk ke Wartel 24 jam, kebetulan memang waktu sudah menjelang malam.
Karena tidak punya uang, Siti kemudian berbicara dengan Slamet, Penjaga Wartel tersebut.
Siti: “Mas, aku mau pakai telpon tapi aku nggak punya uang”
Slamet : “Lha, mana bisa pakai telpon tapi tidak bayar.”
Siti : “Tapi ini penting sekali dan saya harus telpon ibu saya di kampung.”
Slamet : “Ya, itu kan masalah anda pribadi tetapi kalau telpon disini yah… harus bayar.”
Siti : “Tolonglah mas, ini benar-benar penting… Saya mau melakukan apa saja yang penting saya harus bisa telpon ibu saya di kampung.”
Slamet berpikir sebentar dan tiba-tiba dia tersenyum licik…
Slamet : “Beneran ya?, begini aja saya bisa bantu mbak untuk telpon ke kampung tapi mBak harus mau mengikuti kemauan saya.”
Siti dengan ragu-ragu menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Slamet : “mbak, ikut saya ke belakang” (sambil senyum-senyum)
Kemudian dengan dituntun oleh Slamet, mereka berdua berjalan kebagian belakang Wartel.
Slamet : “Sekarang mbak harus jongkok” (katanya sambil berdiri dihadapan Siti)
Slamet kemudian membuka celananya dan mengeluarkan “anu”nya pas didepan wajah Siti yang dalam posisi jongkok.
Slamet : “Ayo…” (katanya dengan tidak sabar)
Siti dengan sangat ragu-ragu dan perlahan menggenggam “anu” Slamet. Slamet benar-benar sudah BT (birahi tinggi) dan mulai habis batas kesabarannya.
Slamet : “Ayo cepat… tunggu apa lagi? … kamu mau telpon tidak?”
Siti dgn gemetar mendekatkan “anu” dalam genggamannya ke mulutnya… dan berkata,
“Halo… Halo…, ini Ibu ya?”
#KemudianLemes
